Wednesday, May 11, 2011

Etika Dasar Seorang Terapis - HUMAN RELATIONS dan CARRIER



HI Velodrome news - Ahad kemarin, 8 Mei 2011 diadakan Sarasehan Terapis. Acara ini merupakan kelanjutan dari sarasehan terapi sebelumnya di Lucky Square, Bandung. Tujuan dari sarasehan ini adalah penyeragaman terapi ala Hikmatul Iman. "Terapis merupakan ujung tombak Hikmatul Iman. Seorang terapis adalah agen perubahan. Mereka berhubungan langsung dengan masyarakat dan karenanya image dan martabat Hikmatul Iman pun ada di tangan para terapis" Kang Gun, ketua Yayasan HI mengemukakan ini di awal sambutannya. Beliau juga menambahkan beberap poin penting yang perlu diperhatikan oleh seorang terapis. Pertama, seorang terapis wajib menambah pengetahuannya tentang anatomi tubuh. Kedua, seorang terapis perlu memperhatikan elemen human relation (relasi antar terapis dan pasien). Ketiga, seorang terapis harus berhati-hati terhadap dirinya sendiri, apalagi bila namanya sudah terkenal. Umumnya, semakin terkenal, ego-nya pun semakin muncul. Terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah, seorang terapis harus tetap latihan. Jika tidak, besar kemungkinan dirinya akan jatuh sakit. Umumnya terkena sakit lever atau ginjal.

Etika Dasar Seorang Terapis


Narasumber utama sarasehan ini adalah Kang Dicky, Guru Utama Hikmatul Iman Indonesia. Selama sarasehan, peserta diminta mematikan semua handphone dan blackberry. Menandakan pentingnya acara ini untuk disimak baik-baik. Materi sarasehan terdiri dari dua, yaitu poin-poin etika dasar dan penyeragaman pengobatan berbagai pengobatan, mulai dari bagian pertama

#1 IKHLAS dan BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Iklas adalah melakukan sesuatu tanpa niat sesuatu kecuali karena Allah (lillahita'ala). Inilah inti dari ibadah, bukannya ibadah ritual belaka. Nilai "ibadah" inilah yang menjadi bagian dari integritas dan kepribadian seorang terapis. Hilangkan pikiran akan duit dan do it (sekedar melakukan). Namun, niatkan dengan ikhlas dan siapkan mental menghadapi konsekuensi menjadi terapis. Salah satunya, konsekuensi menghadapi pasien yang mengatur terapis, pasien menuntut untuk bisa nerapi kapan saja, dan lain sebagainya. Seorang terapis harus siap menghadapi ini. Bila pasien membludak dan terus berdatangan, atau bahkan memanfaakan nomor antrian (misalnya, satu nomor antrian dipakai untuk lebih dari 1 orang), maka jauhkan pikiran merasa "dikerjain" oleh pasien. Seorang terapis harus ridho menghadapi hal ini. Kuncinya? IKHLAS dan BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM. Lakukan segala sesuatunya atas nama dan karena Allah.

Betapa pentingnya ikhlas, karena ia mempengaruhi energi seorang terapis. Energi bagaikan kertas putih. Bila seorang terapis menerapi pasien tanpa ada beban, maka saluran energinya pun otomatis akan bagus. Beban-bebab amat sangat mempengaruhi keluarnya energi kita.

#2 HUMAN RELATIONS dan CARRIER

Mood atau tidak mood, seorang terapis mau tidak mau harus selalu berwajah cerah, karena sugesti untuk pasien adalah hal yang penting. Cerah ini haruslah cerah yang muncul dari dalam, bukan cerah buatan apalagi dipaksakan. Cerah semacam ini muncul apabila kita ikhlas. Pasien pun butuh kasih sayang dari seorang terapis. Perlu diajak ngobrol untuk menguatkan dan memberi semangat pada mereka.

Seorang terapis adalah agen perubahan. Carrier. Seorang terapis harus bisa lebih sabar dibanding pasien. Bagaimana ia bisa menerapi orang yang tidak sabaran, bila diri sendirinya tidak sabar? Sabar muncul dari pemakluman dan daya pemakluman. Sabar yang sebenarnya adalah maklum, bukan sabar yang di"sabar-sabar"in. Kuncinya, maklumilah perbedaan dan jangan bandingkan orang lain dengan diri kita sendiri. Maklumi saja perbedaan itu.

#3 WASPADA

Seorang terapis juga perlu waspada atau berhati-hati dalam menerapi. Ia harus bisa membedakan mana penyakit santet atau kasus metafisik dengan kasus fisik. Misalnya, mampu membedakan antara mana yang kesurupan atau stress saja. Seorang terapis juga perlu menjaga bicaranya dalam memberikan informasi. Pertama, jangan sampai menimbulkan fitnah, terutama dalam kasus metafisik seperti santet. Kedua, jangan memberikan informasi secara gamblang bila mendeteksi penyakit berbahaya. Obati penyakitnya. Namun, bila pasien mengemukakan hal itu, barulah kita dapat membicarakan itu.

Selain itu, terapis juga perlu waspada, terutama bila menerapi lawan jenis. Untuk terapis laki-laki, jangan menerapi seorang perempuan di ruangan tertutup dan berdua saja. Lakukan di ruangan yang tidak tertutup dan di depan semua orang. Seorang terapis juga dilarang untuk memanfaatkan posisinya sebagai seorang terapis. Misalnya, pengobatan di sekitar dada perempuan (misal, kanker payudara) dapat dilakukan dari belakang. Untuk perut, tidak apa-apa, bila memang perlu dipegang langsung di bagian yang sakitnya.


Seorang terapis harus meluangkan waktunya untuk latihan. Jangan mengandalkan TM saja. Daya tahan seorang terapis tergantung dari TDnya. Ada pandangan umum di kalangan HIers, bahwa ngimpleng dalam menerapi adalah sesuatu hal yang mutlak dilakukan. KD menekankan, bahwa ngimpleng nomor 2. Nomor 1nya adalah niat membantu. Bila ngimpleng dilakukan untuk mendiagnosa penyakit pasien, maka kemampuan menganalis/mendiagnosa ini adalah kemampuan yang secara naluriah terbentuk, seiring tingginya jam terbang.

Peserta sarasehan akan diberikan sertifikat terapis. Sertifikat ini bersifat sementara. Selama setahun akan dipantau perkembangan terapinya dan akan diputuskan apakah akan diteruskan atau dicabut. Oleh karena itu, terapis yang datang Ahad kemarin perlu meningkatkan kemampuan, kapasitas dan memperbanyak pengalamannya dalam menerapi. (hsn)

dIlansir Ole@2011

HI Velodrome facebook
Semoga catatan di atas bermanfaat untuk Anggota kumara ...

@2011 www.kumara-indonesia.co.cc